Sabtu, 09 Februari 2013

Perbedaan Antara RSBI Dengan Sekolah Reguler

Berdasarkan evaluasi terhadap sekolah rintisan  bertaraf internasional, tidak ditemukan perbedaan signifikan mutu sekolah RSBI dengan sekolah reguler. Untuk beberapa skor, termasuk Bahasa Inggris, siswa dan guru di sekolah reguler bahkan lebih unggul.

Pada jenjang SMP, skor Bahasa Inggris siswa RSBI 7,05, sedangkan siswa reguler 8,18. Skor guru Bahasa Inggris di SMP 6,2, di atas guru RSBI 5,1. Ini juga terjadi pada guru Bahasa Inggris jenjang SMA. Evaluasi dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ketua Ikatan Guru Indonesia Satria Dharma mengatakan, dari hasil evaluasi pemerintah, mutu RSBI tak berbeda jauh dari sekolah reguler. ”Berarti ada yang salah dalam prosesnya. Pemerintah tak paham mutu RSBI.”

Menurut Satria, paksaan kepada guru untuk mengajar dalam bahasa Inggris bisa jadi salah satu penyebab. Guru tertekan dan tak bebas menyampaikan materi.
Menurut Retno Lisyarti, guru SMA RSBI di Jakarta, pemerintah tak mampu membangun kapasitas guru untuk sekolah bermutu. Dana ke sekolah RSBI untuk peningkatan sarana, kegiatan, honor guru, dan membayar pengajar asing yang mahal. (ELN)

Program RSBI Dinilai Hanya Pemborosan Anggaran

Anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur, Sulistyanto Soejoso, menilai program program rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) hanya pemborosan anggaran karena terbukti tidak bisa meningkatkan mutu sekolah. Ia mendesak program RSBI segera dihapuskan menyusul tak kunjung membaiknya sistem pendidikan di seluruh RSBI di Jawa Timur.

Sulistyanto mengatakan dana untuk membangun RSBI mencapai Rp 1 miliar di tiap sekolahnya. Tapi hingga saat ini, kata dia, tak ada satu pun sekolah-sekolah yang masuk program RSBI yang mampu lolos menjadi SBI.

menurut sulistyanto, Di Kota Surabaya misalnya, dari delapan SMA Negeri dan Dua SMA Swasta, serta tiga SMP Negeri yang menjadi RSBI, ternyata juga tak ada yang lolos menjadi SBI. “Padahal, sekolah tersebut selama tiga tahun pertama berdirinya RSBI mendapatkan subsidi Rp 300-400 juta setiap tahunya.

Tak hanya itu, tiap-tiap siswa juga mendapatkan subsidi biaya sekolah per bulan mencapai Rp 70.500 (untuk tingkat SMP) dan Rp 152.000 (untuk tingkat SMA). Itu belum termasuk  dana dari pemerintah untuk menyekolahkan para guru dan dana untuk pengembangan sekolah lainya.

Hasil kajian Dewan pendidikan selama lima tahun perjalanan RSBI, diketahui kualitas lulusan RSBI ternyata juga tak jauh beda dengan sekolah reguler. Padahal untuk masuk RSBI, tak jarang wali murid harus mengeluarkan biaya ekstra.

RSBI yang menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris, dinilai juga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. "Ini sekolah di Indonesia, harusnya bahasa pengantar ya pake Indonesia," ujarnya.

Apalagi, penyampaian bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di RSBI dinilai juga hanya menipu para siswa. Nayatanya guru-guru masih belepotan menyampaikan pelajaran dalam bahasa asing. Apalagi, kaidah bahasa Inggris untuk setiap program study juga berbeda-beda. “Bahasa Inggris untuk pelajaran fisika, biologi, kimia, agama, maupun bidang lainya sangat berbeda yang ini tak banyak dikuasi oleh para guru di RSBI,” kata Sulistyanto.

Yang mengkawatirkan, keberadaan RSBI hanya menjadikan jurang kesenjangan antar lembaga pendidikan. Padahal, hingga detik ini, belum ada ukuran pasti keberhasilan dari RSBI ini.

Jadi kesimpulannya adalah Dalam kenyataannya memang terdapat perbedaan antara RSBI dengan Reguler. Di sekolah bestatus RSBI, mulai dari fasilitas hingga sistem pembelajaran umumnya  lebih istimewa daripada sekolah reguler. Misalnya kelas yang digunakan, media pembelajaran yang modern dan sistem pembelajaran yang memakai Bahasa Inggris sebagai pengantar. Ini tentu berbeda dengan sekolah reguler yang fasilitasnya terbatas.

Terkait dengan perbedaan yang ada tersebut tentunya ada kesenjangan yang harus diluruskan. Bahwa menurut kami, dari semua perbedaan tersebut ada satu hal yang sama yaitu materi yang akan disampaikan ke siswa. Guru yang baik tidak dilihat dari kemewahan ataupun perlakuan istimewa yang diberikan kepada siswanya tetapi dilihat dari seberapa besar materi itu bisa diserap dengan baik oleh murid. Oleh karena itu, sebagai orangtua hendaknya menyikapinya dengan bijak yaitu dengan memilih sekolah yang baik dari segi prestasi dan lulusan yang dihasilkan sekolah bukan dari kemewahan fasilitas yang ada di sekolah tersebut.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar